Kamis, 08 Maret 2012

TATA GERAK DALAM LITURGI

TATA GERAK DAN SIKAP TUBUH

Prostratio

Sebagai perayaan manusiawi, Perayaan Ekaristi juga memerlukan ekspresi diri manusiawi. Maka, tata gerak atau sikap tubuh seluruh jemaat dan para pelayannya juga menjadi bagian penting dalam simbolisasi kebersamaan dan kesatuan Gereja yang sedang berdoa.

Untuk Apa?

Tata gerak dan sikap tubuh imam, diakon, para pelayan, dan jemaat tentu punya maksud. Sikap tubuh yang seragam menandakan kesatuan seluruh jemaat yang berhimpun untuk merayakan Liturgi suci. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dan membangun sikap batin yang sama pula. Maka, jika dilakukan dengan baik:
(1) seluruh perayaan memancarkan keindahan dan sekaligus kesederhanaan yang anggun;
(2) makna aneka bagian perayaan dipahami secara tepat dan penuh; dan
(3) partisipasi seluruh jemaat ditingkatkan (PUMR 42).

Bolehkah Mengubah?

Sebenarnya tidak secara mutlak dilarang untuk mengubah tata gerak dan sikap tubuh. Tapi, pesan PUMR 42 sebaiknya diperhatikan dengan baik: “... ketentuan hukum liturgi dan tradisi Ritus Romawi serta kesejahteraan rohani umat Allah harus lebih diutamakan daripada selera pribadi dan pilihan yang serampangan.” Jadi, wewenang itu bukan diserahkan kepada “selera pribadi”, seenak pelayan atau jemaat dan tanpa pemikiran-pertimbangan yang cukup matang. Untuk itu, adanya penyerasian dengan keadaan jemaat perlu diputuskan oleh Konferensi Uskup, dengan sepengetahuan Takhta Apostolik, Roma (PUMR 390). Hal itu sudah gamblang disebut dalam PUMR 43 juga: “... sesuai dengan ketentuan hukum, Konferensi Uskup boleh menyerasikan tata gerak dan sikap tubuh dalam Tata Perayaan Ekaristi dengan ciri khas dan tradisi sehat bangsa setempat. Namun, hendaknya Konferensi Uskup menjamin bahwa penyerasian itu selaras dengan makna dan ciri khas bagian perayaan Ekaristi yang bersangkutan.” Baca selengkapnya.....

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More