Santo Ignatius Loyola
Inigo de Loyola dilahirkan pada tahun 1491 di Azpeitia di provinsi Guipuzcoa di wilayah Basque di sebelah utara Spanyol. Dia adalah anak bungsu dari tigabelas bersaudara. Pada usia enam belas tahun dia dikirim untuk bekerja sebagai pesuruh bagi Juan Velazquez, bendaharawan kerajaan Castile. Sebagai anggota rumah tangga Velazquez, dia seringkali tampil di balai sidang dan mengembangkan cita rasa terhadap segala hal mengenainya, terutama urusan perempuan. Dia sangat suka berjudi, suka bertengkar, dan terlibat dalam adu pedang. Bahkan dalam suatu perselisihan antara keluarga Loyola dan keluarga lainnya, Ignatius dan saudara lelakinya dengan disertai beberapa sanak famili pada suatu malam menyerang beberapa kaum religius anggota keluarga lain tersebut. Ignatius harus melarikan diri ke luar kota. Ketika akhirnya dibawa ke pengadilan, dia membela dirinya dengan menyatakan "imunitas religius" karena telah "dicukur gundul" (seperti layaknya rambut kaum biarawan pada waktu itu) sewaktu masih sebagai seorang anak laki-laki, dan oleh karenanya bebas dari pengadilan sipil. Ini adalah pembelaan diri yang semu karena selama bertahun-tahun dia telah berpakaian sebagai ksatria berpedang, mengenakan baju besi, dan membawa-bawa pedang termasuk senjata-senjata lainnya. Jelas ini bukan baju yang biasanya dikenakan oleh kaum religius. Kasus ini berlarut-larut sampai beberapa minggu tetapi keluarga Loyola tampaknya sangat berpengaruh. Mungkin melalui pengaruh kaum petinggi, kasus terhadap Ignatius akhirnya ditutup. Pada usianya yang ke-30 di bulan May 1521, Ignatius adalah salah seorang tentara yang membela kubu-kubu kota Pamplona terhadap serangan Perancis, yang menyatakan wilayah tersebut sebagai wilayah mereka dan berperang dengan Spanyol. Orang-orang Spanyol kalah jauh dari segi jumlah dan komandan pasukan Spanyol ingin menyerahkan diri, tetapi Ignatius meyakinkannya untuk bertempur demi kehormatan Spanyol kalau bukan demi kemenangan. Pada waktu pertempuran sebuah bom kanon mengenai Ignatius, melukai salah satu kakinya dan mematahkan kaki yang satu lagi. Karena mereka mengagumi keberaniannya, tentara-tentara Perancis tidak menjebloskannya ke penjara, melainkan mengusungnya kembali ke rumahnya untuk berobat, di puri Loyola. Kakinya sembuh tetapi tidak sempurna, sehingga perlu untuk mematahkannya kembali dan meluruskannya, semua ini dilakukan tanpa pembiusan. Kondisi Ignatius memburuk dan akhirnya para tabib memberitahukan supaya ia bersiap-siap untuk mati. Pada hari raya Santo Petrus dan Paulus tanggal 29 Juni, kondisinya secara tak terduga membaik. Kakinya sembuh, tetapi meski demikian tulangnya menonjol dibawah tempurung lututnya dan kakinya pendek sebelah. Ignatius tidak dapat menerima hal ini dan menganggapnya sebagai nasib buruk yang lebih buruk daripada kematian karena tidak bisa lagi memakai sepatu boot tinggi yang ketat dan celana ketat yang biasa dipakai oleh kaum ksatria kerajaan. Oleh karenanya dia menyuruh para tabib untuk memotong benjolan tulang yang menonjol dan memanjangkan tulang kakinya dengan merenggangkan secara sistematis. Lagi-lagi hal ini semua dilakukan tanpa anestesia. Sungguh malang, segala usaha ini tidak berhasil. Sepanjang hidupnya dia berjalan pincang karena salah satu kaki lebih pendek dari yang lainnya.
Pertobatan Ignatius
Selama minggu-minggu panjang pengobatannya, dia merasa sangat bosan dan meminta disediakan cerita-cerita roman percintaan untuk menghabiskan waktunya. Untungnya di kastil Loyola tidak ada buku demikian, tetapi ada buku tentang hidup Kristus dan sebuah buku tentang para kudus. Karena terdesak, Ignatius mulai membacanya. Semakin banyak dia membaca, semakin dia beranggapkan bahwa kisah para kudus tersebut patut untuk ditiru. Akan tetapi, pada saat yang sama dia juga masih memiliki mimpi-mimpi indah tentang ketenaran dan kemuliaan, termasuk fantasi-fantasi memenangkan cinta gadis bangsawan tertentu. Identitas wanita ini tidak pernah diketahui tetapi agaknya dia dari keturunan bangsawan. Akan tetapi dia mendapatkan bahwa setelah membaca dan merenungkan kisah para kudus dan Kristus dia berada dalam kedamaian dan merasa puas lahir-batin. Tetapi waktu dia berfantasi tentang gadis bangsawan tersebut, hatinya merasa tidak tenang dan tak terpuaskan. Pengalaman ini tidak hanya merupakan awal dari pertobatannya, tetapi juga awal dari pertimbangan spiritual, atau pertimbangan roh, yang diasosiasikan dengan Ignatius dan seperti dijelaskan dalam Latihan Rohani-nya. Latihan tersebut menyatakan bahwa tidak hanya segi intelektual tapi juga emosi dan perasaan bisa membantu kita untuk memahami kerja Roh dalam hidup kita. Akhirnya, bertobat sepenuhnya dari segala keinginan-keinginan dan rencana romans dan kemenangan duniawi, dan sembuh dari luka-lukanya sehingga dia bisa bepergian, pada bulan Maret 1522 dia meninggalkan puri tempat tinggalnya.
Dia telah memutuskan untuk pergi ke Yerusalem untuk tinggal di tempat dimana Tuhan kita menjalani hidup-Nya di dunia. Sebagai langkah pertama dia memulai perjalanannya ke Barcelona, Spanyol. Meskipun dia telah bertobat dari cara-cara hidup yang lama, dia masih sangat kurang memiliki semangat kerendah-hatian dan penghayatan hidup Kristiani, seperti bisa digambarkan dari pengalamannya bertemu dengan orang Moor (penganut Muslim) dalam perjalanannya. Orang Moor tersebut bertemu dengannya di tengah jalan, mereka sama-sama menunggang keledai, dan mereka mulai mendebatkan topik-topik religius. Orang Moor itu mengatakan bahwa Santa Perawan Maria tidak lagi merupakan seorang perawan setelah melahirkan Kristus. Ignatius menganggap hal ini sebagai suatu penghinaan besar dan dia menimbang-nimbang tentang apa yang akan dilakukannya. Merekapun sampai ke persimpangan jalan, dan Ignatius memutuskan bahwa dia akan melihat apa yang akan terjadi untuk memutuskan tindakan yang akan dilakukannya. Orang Moor itu meneruskan ke satu arah. Ignatius melepaskan tali kekang keledainya dan membiarkan keledainya memilih arah di persimpangan tersebut. Kalau keledainya mengikuti arah yang diambil oleh orang Moor tersebut, dia akan membunuh orang itu. Kalau sang keledai mengambil arah yang satu lagi, dia tidak akan menyerang orang Moor itu. Untungnya bagi si orang Moor, keledai Ignatius lebih bermurah hati daripada penunggangnya dan mengambil jurusan yang berlawanan dengan orang Moor tersebut.
Dia meneruskan ke tempat ziarah Bunda Maria dari Montserrat yang diasuh oleh kaum Benediktin, menerimakan pengakuan dosa umum, dan berlutut sepanjang malam di depan altar Bunda Maria, mengikuti tata-cara kebiasaan para ksatria. Dia menanggalkan pedang dan pisaunya di altar, berjalan keluar dan memberikan semua baju-bajunya yang indah kepada seorang miskin, dan mendandani dirinya dengan pakaian kain kasar dengan sendal dan tongkat.
Pengalaman di Manresa
Dia meneruskan perjalanannya ke Barcelona tetapi berhenti sepanjang sungai Cardoner di kota yang disebut Manresa. Dia tinggal di sebuah gua diluar kota dan bermaksud untuk tinggal hanya beberapa hari, tetapi ternyata dia tinggal selama sepuluh bulan. Dia menghabiskan berjam-jam setiap harinya dalam doa dan juga bekerja di suatu balai perawatan. Disalanah ide-ide yang sekarang dikenal sebagai Latihan Rohani mulai terbentuk. Juga di pinggiran lekuk sungai inilah dia mendapatkan penglihatan yang dianggap sebagai yang paling menonjol selama hidupnya. Penglihatan itu lebih merupakan suatu pencerahan, yang mana dia nantinya mengatakan bahwa dia belajar lebih banyak dalam satu kesempatan itu daripada seumur hidupnya. Ignatius tidak pernah menjelaskan apa tepatnya penglihatan yang dialaminya tersebut, tetapi agaknya merupakan peristiwa penglihatan Ilahi dengan kemuliaan-Nya sehingga semua ciptaan tampak dalam sudut pandang yang baaru dan dia mendapat makna yang baru dan relevansi, suatu pengalaman yang memungkinkan Ignatius untuk melihat kehadiran Allah dalam segala hal. Karunia ini, yaitu menemukan Allah dalam segala hal, adalah satu satu karakteristik utama dari spiritualitas Yesuit.
Ignatius sendiri tidak pernah menulis dalam aturan-aturan Yesuit bahwa mesti ada jam-jam tertentu untuk berdoa. Sesungguhnya, dengan menemukan Allah dalam segala hal, setiap waktu adalah waktu untuk berdoa. Tentunya, dia tidak menghapuskan doa-doa formal, tetapi dia berbeda dengan berbagai pendiri tarekat religius lainnya menyangkut penentuan saat-saat tertentu untuk berdoa maupun lamanya waktu berdoa. Salah satu alasan mengapa sebagian kalangan menentang pembentukan formasi Serikat Yesus adalah karena Ignatius mengusulkan untuk menghapuskan nyanyian doa-doa Brevir dalam koor. Ini adalah perubahan yang radikal dari kebiasaan pada waktu itu, karena sampai saat itu, setiap tarekat religius diharuskan untuk mengucapkan doa-doa liturgi harian yang sama (doa Brevir). Bagi Ignatius, pengucapan seperti itu berarti model aktivitas yang dibayangkan dalam Serikat Yesus tidak dapat terlaksanakan. Beberapa saat setelah wafatnya Ignatius, seorang Paus begitu jengkelnya mengenai hal ini sehingga dia mengharuskan pengucapan doa Brevir kepada kaum Yesuit. Untungnya, Paus berikutnya lebih pengertian dan membolehkan kaum Yesuit untuk kembali pada praktek spiritualisme mereka.
Pada periode yang sama di Manresa, sewaktu dia masih kurang memahami kebijakan yang sejati menyangkut kekudusan, dia melakukan banyak penitensi yang ekstrim, karena keinginan untuk melebihi apa-apa yang dilakukan oleh para kudus lewat buku yang dibacanya tentang mereka. Mungkin, beberapa dari penitensi ini, terutama puasanya, melemahkan pencernaannya, yang terus menggangunya sepanjang hidupnya. Dia masih belum belajar sikap tidak berlebihan dan spiritualisme yang sejati. Mungkin ini juga sebabnya kongregasi yang nantinya didirikan olehnya tidak memiliki aturan-aturan penitensi yang telah ditentukan, seperti layaknya dimiliki oleh tarekat-tarekat religius lainnya.
Dia akhirnya tiba di Barcelona, berlayar ke Italia, dan tiba di Roma dimana dia bertemu dengan Paus Adrianus VI dan meminta ijin untuk melakukan perjalanan ziarah ke Tanah Suci, Yerusalem. Setibanya dia di Tanah Suci dia ingin tinggal, tetapi diperintahkan oleh atasan Fransiskan yang memiliki otoritas terhadap seluruh umat Katolik disana, bahwa situasinya terlalu berbahaya. Ingat bahwa orang Turki adalah penguasa Tanah Suci. Atasan tersebut memerintahkan Ignatius untuk pergi tetapi Ignatius menolak. Tetapi ketika diancam dengan eks-komunikasi (pengucilan) Ignatius barulah menurut.
Kembali ke Sekolah
Pada saat ini dia telah berusia 33 tahun dan memutuskan untuk masuk seminari. Akan tetapi, dia telah melalaikan belajar bahasa Latin, suatu syarat penting untuk belajar di universitas pada masa itu. Sehingga dia harus kembali ke sekolah untuk belajar tata-bahasa Latin bersama-sama dengan anak-anak kecil di suatu sekolah di Barcelona. Disana dia meminta-minta untuk makan dan tempat berteduh. Setelah dua tahun dia meneruskan ke Universitas Alcala. Disanalah semangatnya yang menggebu-gebu membawanya pada kesulitan, masalah yang terus menghantuinya sepanjang hidupnya. Dia mengumpulkan anak-anak sekolah maupun orang dewasa dan mengajarkan Injil kepada mereka dan mengajarkan mereka cara berdoa. Kerja kerasnya mengundang perhatian pihak Inkuisisi dan diapun dimasukkan ke penjara selama 42 hari. Ketika dia dibebaskan dia diminta untuk tidak kembali mengajar. Inkuisisi Spanyol agak sedikit paranoid dan siapapun yang belum ditahbiskan sebagai imam bisa dicurigai (termasuk juga mereka yang sudah ditahbiskan.)
Karena dia tidak bisa menahan dorongan semangatnya untuk menolong, Ignatius pindah ke Universitas Salamanca. Disana, dalam waktu dua minggu, kaum Dominikan kembali menjebloskan dia ke penjara. Meskipun mereka tidak dapat menemukan penyelewengan iman dari apa yang Ignatius ajarkan, dia hanya dibolehkan untuk mengajar anak-anak kecil dan itupun hanya semata-mata kebenaran iman yang sederhana. Sekali lagi dia melakukan perjalanan kali ini menuju Paris.
Di Universitas Paris dia meneruskan pelajarannya, belajar tata-bahasa Latin dan literatur, filosofi, dan teologi. Dia menghabiskan waktu beberapa bulan setiap musim panas untuk meminta-minta di Flanders demi uang yang digunakannya untuk menghidupi dirinya sendiri dan membiayai pelajarannya sepanjang tahun itu. Di Paris dia bertemu dan tinggal bersama Franciscus Xaverius dan Peter Faber. Dia juga sangat mempengaruhi beberapa orang lainnya sesama seminarian dan memberi pengarahan kepada mereka semua dari waktu ke waktu selama tiga puluh hari, yang mana hal ini nantinya dikenal sebagai Latihan Rohani. Franciscus Xaverius adalah yang paling sulit menerima bimbingan karena pikirannya dipenuhi oleh kesuksesan dan kemuliaan duniawi. Akhirnya Ignatius dan enam lainnya memutuskan untuk mengambil kaul selibat dan kemiskinan dan pergi ke Tanah Suci. Kalau tidak mungkin melakukan perjalanan ke Tanah Suci, mareka akan pergi ke Roma dan menyerahkan tugas pelayanan mereka sesuai kehendak Sri Paus. Mereka tidak melakukan semua hal ini sebagai suatu tarekat religius atau kongregasi, tetapi sebagai imam-imam secara individual. Selama setahun mereka menunggu, akan tetapi tidak ada satupun kapal yang bisa mengangkut mereka ke Tanah Suci karena pertikaian antara umat Kristen dan Muslim. Sementara menunggu mereka menghabiskan waktu dengan bekerja di rumah sakit dan mengajarkan katekisme di berbagai kota di wilayah utara Italia. Selama masa inilah Ignatius ditahbiskan menjadi imam, meskipun dia tidak memimpin Misa Kudus sampai setahun berikutnya. Dipercaya bahwa dia ingin merayakan Misa pertamanya di Yerusalem, di tempat dimana Yesus sendiri pernah hidup.
Perkumpulan Yesus
Ignatius bersama-sama dua pendampingnya, Peter Faber dan James Lainez, memutuskan untuk pergi ke Roma dan menyerahkan misi mereka sesuai kehendak Sri Paus. Beberapa kilometer diluar kota Ignatius kembali mendapat pengalaman mistik. Di suatu kapel di La Storta dimana mereka pernah berhenti untuk berdoa, Allah Bapa memberitahukan kepada Ignatius, "Aku menyukai engkau tinggal di Roma" dan bahwa Dia akan menempatkan Ignatius bersama Putera-Nya. Ignatius tidak mengerti makna dari pengalaman mistis tersebut, karena bisa saja berarti penindasan maupun keberhasilan karena Yesus mengalami keduanya. Tetapi hatinya merasa tenang karena seperti dikatakan oleh Santo Paulus, "berada bersama Yesus meski dalam penindasan adalah suatu keberhasilan." Ketika mereka bertemu dengan Sri Paus, dia dengan gembira menugaskan mereka untuk mengajar Kitab Suci, teologi dan pewartaan. Disinilah pada pagi hari Natal 1538 Ignatius merayakan Misanya yang pertama di gereja Santa Maria Mayor di Kapel Palungan. Kapel ini dipercaya memiliki palungan yang asli dari Betlehem, jadi, jika Ignatius tidak bisa merayakan Misanya yang pertama di tempat kelahiran Yesus di Tanah Suci, maka ini adalah alternatif yang terbaik.
Selama masa pra-Paskah berikutnya, tahun 1539, Ignatius meminta semua kawan-kawannya untuk datang ke Roma untuk mendiskusikan masa depan mereka. Mereka tidak pernah berpikir untuk mendirikan tarekat religius sebelumnya, tetapi sekarang melihat kenyataan bahwa mereka tidak mungkin pergi ke Yerusalem, mereka harus memikirkan masa depan mereka. Apakah mereka akan menghabiskan waktu mereka bersama-sama. Setelah berminggu-minggu dalam doa dan diskusi, mereka memutuskan untuk membentuk suatu komunitas, dengan persetujuan Sri Paus, dimana mereka akan mengucapkan kaul kepatuhan kepada seorang pejabat superior yang menduduki jabatan itu seumur hidupnya. Mereka juga menyerahkan diri mereka sesuai kehendak Bapa Suci untuk pergi kemanapun dia menyuruh mereka dan untuk tugas apapun. Kaul ini ditambahkan atas kaul-kaul lainnya yang umum seperti kaul kemiskinan, kaul selibat, dan kaul kepatuhan. Persetujuan resmi atas tarekat terbaru ini diberikan oleh Paus Paulus III pada tahun berikutnya, tanggal 27 September 1540. Karena mereka merujuk pada dirinya sendiri sebagai Perkumpulan Yesus (dalam bahasa Latin disebut Societatis Jesu), dalam bahasa Indonesia tarekat mereka dikenal sebagai Serikat Yesus. Ignatius terpilih pada voting yang pertama sebagai superior jendral, tetapi dia memohon dengan sangat agar mereka untuk mempertimbangkan kembali, berdoa dan memilih ulang beberapa hari sesudahnya. Pada pemungutan suarata yang kedua kalinya, kembali Ignatius terpilih dengan suara bulat, kecuali pilihan Ignatius sendiri tentunya. Dia masih saja enggan untuk menerima jabatan ini, tetapi pembimbing spiritualnya, seorang anggota tarekat Fransiskan mengatakan kepadanya bahwa ini adalah kehendak Allah, oleh karena itu Ignatius menurut. Pada hari Jumat, minggu perayaan Paskah, 22 April 1541, di Gereja Santo Paulus-diluar-Dinding, para sahabat tersebut mengucapkan kaul-kaul mereka dalam tarekat yang baru saja terbentuk.
Tahun-tahun Terakhir
Kecintaan Ignatius adalah untuk secara aktif terlibat mengajar katekisme kepada kanak-kanak, mengarahkan orang dewasa dalam Latihan Rohani, dan bekerja diantara orang-orang miskin di rumah sakit. Namun dia mengorbankan kecintaan ini selama lima belas tahun berikutnya, yaitu sampai wafatnya, dengan bekerja dari dua ruang kecil, kamar tidurnya dan disebelahnya adalah ruang kerjanya. Dari sinilah dia memberi pengarahan kepada serikat yang baru ini di seluruh dunia. Dia menghabiskan waktu bertahun-tahun menuliskan Konstitusi Serikat dan menuliskan ribuan surat-surat ke segala penjuru dunia kepada sesama kaum Yesuit yang menyangkut segala hal-hal yang berhubungan dengan Serikat Yesus dan juga memberi pengarahan spiritual kepada kaum awam pria dan wanita. Dari tempat tinggalnya yang kecil di Roma, dia akan melihat semasa hidupnya perkembangan Serikat Yesus dari delapan anggota menjadi seribu anggota, dengan universitas dan rumah-rumah spiritual yang tersebar di segala penjuru Eropa sampai Brazilia dan Jepang. Beberapa dari sesama pendiri Serikat nantinya menjadi teolog-teolog asisten Sri Paus di Konsili Trente, suatu peristiwa yang merupakan tonggak penting dalam Gerakan Katolik Kontra-Reformasi.
Pada mulanya, Ignatius menulis sendiri surat-suratnya, tetapi setelah Serikat Yesus berkembang menjadi besar dan tersebar ke seluruh dunia, nyaris tidak mungkin baginya untuk berkomunikasi dengan setiap orang dan masih punya waktu untuk mengurus Serikat yang baru ini. Oleh karenanya father Polanco diangkat menjadi sekretaris pada tahun 1547 untuk membantu Ignatius dalam hal korespondensi surat-surat. Ignatius menulis nyaris 7000 surat sepanjang hidupnya, dan sebagian besar ditulis setelah dia diangkat menjadi pejabat superior jendral Yesuit. Ignatius menganggap bahwa korespondensi antara para anggota Yesuit sebagai elemen yang paling penting dalam membina persatuan. Perpisahan antara Yesuit di seluruh dunia adalah salah satu bahaya terbesar bagi perkembangannya, kerasulan maupun persatuan Serikat Yesus. Oleh karenanya dia tidak hanya menulis kepada semua rumah-rumah spiritual tarekat tersebut, tetapi dia juga memerintahkan supaya setiap superior lokal di seluruh dunia menulis surat secara teratur ke Roma, dan menginformasikan kepadanya tentang hal-hal yang terjadi. Informasi ini lantas bisa diteruskan ke pusat-pusat Yesuit dimanapun.
Dalam surat-suratnya kepada anggota-anggota Serikat, dia memperlakukan mereka masing-masing secara individual. Dia sangat bermurah hati dan lembut terhadap mereka yang paling memberinya kesulitan. Di lain pihak, terhadap mereka yang paling saleh dan rendah hati, dia tampak kadangkala terlalu keras, tentunya karena dia tahu bahwa mereka bisa menerima koreksinya tanpa protes, karena menyadari bahwa Ignatius mengasihi mereka dan semata-mata ingin yang terbaik bagi kehidupan spiritual mereka. Father James Lainez, salah satu pendamping Ignatius sejak awalnya, adalah pejabat superior provinsi di Italia Utara. Dia telah melakukan beberapa hal yang membuat Ignatius menjadi sorotan publik, termasuk membuat beberapa komitmen yang tidak dapat dipenuhi oleh Ignatius. Ditambah lagi, Lainez pernah menyatakan ketidak-setujuannya kepada yang lain-lainnya tentang suatu pergantian personel yang dibuat oleh Ignatius.
Ignatius menulis kepada Lainez melalui sekretarisnya, father Polanco: Dia (Ignatius) meminta saya untuk menulis kepadamu dan mengatakan kepadamu untuk mengurus wilayahmu sendiri, yang mana jika engkau lakukan dengan baik, engkau telah melakukan lebih daripada biasanya. Jangan engkau memusingkan diri dengan memberikan pendapatmu terhadap urusan-urusannya, karena dia tidak menghendaki pendapat darimu kecuali kalau dia memintanya, dan malah lebih tidak lagi sekarang ini setelah engkau menduduki jabatanmu, karena administrasi provinsimu belum berbuat banyak untuk menambah kredibilitasmu dimatanya. Periksalah kesalahanmu di hadapan Allah Tuhan kita, dan selama tiga hari sempatkan waktumu untuk berdoa bagi hal ini. Orang-orang kudus itu tidak hanya semata-mata orang yang baik hati.
Lainez menerima kritikan tajam ini dengan kerendahan hati dan meminta untuk diberikan beberapa tugas berat sebagai penitensi, seperti misalnya diturunkan dari jabatannya dan diberikan tugas yang paling keras dalam Serikat Yesus. Ignatius bahkan tidak pernah lagi menyinggung insiden tersebut, dan membiarkan Lainez menjalankan tugasnya seperti sebelumnya. Lainez nantinya akan menggantikan Ignatius sebagai Superior Jendral Yesuit yang kedua.
Meski penuh semangat untuk membawa orang-orang kepada Allah dan menolong mereka secara spiritual, Ignatius tetap merupakan seorang yang praktis dan masuk akal. Seorang anggota Yesuit pernah mengeluh karena mendapat kesulitan dari sekelompok umat yang sangat taat yang memonopoli semua waktunya tanpa alasan yang kuat. Melalui father Polanco, Ignatius memberi petunjuk kepadanya bagaimana menangangi dengan secara rendah hati, orang-orang yang demikian, tanpa membuat mereka merasa tersinggung. Ignatius juga pernah menyatakan bagaimana untuk membebaskan diri kita dari orang yang sudah tidak bisa diharapan. Dia menyarankan untuk berbicara kepada orang itu dengan tegas mengenai neraka, penghakiman dan hal-hal demikian. Dengan demikian dia tidak akan kembali terus mengganggu, dan jikapun dia kembali, ada kemungkinan dia bisa tersentuh oleh Tuhan.
Ada seorang uskup yang punya rasa permusuhan yang besar terhadap Serikat Yesus. Dia menolak untuk membolehkan tarekat ini di wilayah keuskupannya, dan dia mengucilkan siapapun yang menjalakan Latihan Rohani. Dia dikenal sebagai uskup "Cilicio" oleh para Yesuit. ("Cilicio" adalah pakaian dari kain kasar yang biasa dipakai sebagai tanda penitensi.) Ignatius mengatakan kepada para Yesuit yang cemas terhadap sikap uskup ini untuk relaks "uskup Cilicio adalah seorang yang sudah tua. Serikat Yesus masih muda. Kita bisa menunggu."
Yesuit dan Dunia Pendidikan
Mungkin karya pelayanan Serikat Yesus yang dimulai oleh Ignatius yang paling terkenal adalah dalam dunia pendidikan. Akan tetapi sungguh menarik kenyataan bahwa dia tidak bermaksud untuk menyertakan pengajaran ditanara karya pelayanan Yesuit pada mulanya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tujuan para anggota-anggota yang pertama adalah menyerahkan diri kepada kehendak Sri Paus untuk pergi kemanapun mereka dibutuhkan. Sebelum tahun 1548, Ignatius telah membuka sekolah-sekolah di Italia, Portugis, Belanda, Spanyol, Jerman dan India, tetapi sekolah-sekolah ini terutama dimaksudkan untuk mendidik calon-calon Yesuit yang masih muda. Sepuluh akademi serupa didirikan dalam enam tahun yang menunjukkan perkembangan yang pesat dari Yesuit. Tetapi di tahun 1548 atas permintaan magistrat Messina di Sicilia, Ignatius mengirim lima orang untuk membuka sekolah bagi kaum awam maupun murid-murid Yesuit. Segera sesudahnya menjadi nyata atas permintaan berbagai penguasa, uskup, dan berbagai kota bahwa karya pelayanan ini adalah cara yang paling efektif untuk mengkoreksi korupsi dan penyelewengan diantara kaum religius dan awam, untuk menghentikan kemunduran Gereja di tengah-tengah Reformasi, dan untuk memenuhi moto Serikat Yesus, "Ad Maiorem Dei Gloriam," artinya, demi kemuliaan yang lebih besar bagi Allah.
Ignatius menyebutkan hal ini dalam suratnya kepada father Araoz: "Kebaikan yang lebih universal adalah kebaikan yang lebih Ilahi. Oleh karena itu sebaiknya berikan preferensi kepada orang-orang dan tempat-tempat yang melalui pertumbuhannya, menjadi sumber penyebaran kepada orang-orang lain yang mencari bimbingan daripadanya. Atas alasan yang sama, preferensi sebaiknya diberikan kepada universitas-universitas yang pada umumnya dihadiri oleh sejumlah besar orang yang mendapat pertolongan daripadanya dan pada gilirannya bisa menjadi pekerja untuk menolong yang lain-lainnya."
Ini sesuai dengan salah satu prinsip utama Ignatius dalam memilih kerasulan: segala hal sifatnya setara, pilih diantara kerasulan tersebut yang akan mempengaruhi mereka yang paling berpengaruh terhadap orang lain. Mungkin pernyataan yang terbaik dari ide ini adalah surat yang ditulisnya tentang pendirian sebuah universitas di bulan Desember 1551: Dari antara mereka yang sekarang ini cuma sebagai murid, pada waktunya sebagian akan memegang berbagai peran, seseorang untuk mewartakan iman dan membimbing jiwa-jiwa, yang lainnya kepada bidang pemerintahan dan kehakiman, yang lain-lainnya kepada panggilan-panggilan lainnya. Akhirnya, karena anak-anak muda akan menjadi pria dewasa, pendidikan yang baik dalam doktrin iman dan kehidupan mereka, akan bermanfaat bagi banyak orang lainnya, dengan buahnya terus tumbuh lebat setiap harinya. Sejak saat itu, Ignatius membantu mendirikan sekolah-sekolah Yesuit dan universitas-universitas di seluruh Eropa dan dunia.
Ignatius sebagai Seorang Manusia
Mungkin benar gambaran tentang Ignatius yang dimiliki orang-orang yaitu sebagai seorang prajurit: kokoh, bersemangat baja, praktis, kurang menunjukkan emosi - jelas bukan suatu karakter yang menarik dan hangat. Akan tetapi jika ini adalah gambaran yang tepat, sulit untuk dicerna bahwa dia bisa memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap mereka yang mengenalnya. Luis Goncalves de Camara, salah satu sahabatnya yang terdekat menulis: "Dia (Ignatius) selalu cenderung kepada kasih; bahkan, dia seluruhnya adalah kasih, dan karena itu dia secara universal dikasihi oleh semua orang. Tidak seorangpun dalam Serikat Yesus yang tidak memiliki kasih yang besar terhadapnya dan tidak menganggap dirinya juga sama dikasihi olehnya."
Kadangkala dia menangis keras pada waktu Misa Kudus sehingga dia tidak dapat meneruskan, bahkan tidak dapat berbicara untuk beberapa waktu, dan dia khawatir bahwa karunia airmatanya bisa membuatnya kehilangan penglihatannya. Goncalves de Camara mengatakan, "Kalau dia tidak menangis tiga kali selama Misa Kudus, dia menganggap dirinya kehilangan rasa penghiburan." Kita menganggap banyak orang kudus sebagai mistik yang agung, tetapi tidak pernah berpikir bahwa Ignatius adalah salah satu diantaranya. Kita telah menyebutkan sedikit dari banyak penglihatan dan pengalaman mistik yang dialami selama hidupnya. Akan tetapi, kekudusannya tidak didasarkan atas hal demikian, melainkan dalam kasih yang besar yang mengarahkan jalan hidupnya untuk melakukan segala hal AMDG, untuk kemuliaan yang lebih besar bagi Allah.
Saat-saat Ajal
Sejak masih sebagai pelajar di Paris, Ignatius telah menderita berbagai penyakit pencernaan dan keadaan ini memburuk setelah ia pindah ke Roma. Pada musim panas 1556 kesehatannya memburuk, tetapi dokter yang merawatnya berpendapat dia bisa selamat seperti sebelum-sebelumnya. Akan tetapi Ignatius merasa ajalnya sudah dekat. Pada sore hari tanggal 30 Juli, dia meminta father Polanco untuk pergi menemui Sri Paus dan meminta berkat darinya bagi Ignatius, dan menyiratkan kepada father Polanco bahwa ia menjelang ajal. Akan tetapi father Polanco lebih percaya pada kata-kata dokter daripada Ignatius dan menjawab bahwa ia harus menulis banyak surat dan mengirimkannya pada hari itu. Dia akan pergi meminta berkat Sri Paus besok harinya. Meskipun Ignatius menyatakan bahwa dia lebih suka kalau father Polanco pergi sore itu namun dia tidak memaksakan. Segera setelah lewat tengah malam, keadaan Ignatius memburuk. Father Polanco bergegas ke Vatikan untuk meminta berkat Sri Paus, tetapi sayang sudah terlambat. Mantan ksatria duniawi yang telah terlibat dalam medan peperangan yang berbeda itu, telah menyerahkan nyawanya ke tangan Tuhan. Ignatius dibeatifikasi pada tanggal 27 Juli 1609 dan dikanonisasi oleh Paus Gregorius XV pada tanggal 12 Maret 1622, bersama-sama dengan Santo Franciscus Xaverius. Pesta peringatan Santo Ignatius dirayakan oleh Gereja secara universal pada tanggal 31 Juli, yaitu pada hari wafatnya.(www.gerejakatolik.org)